TEKTONIK LENGAN TENGGARA SULAWESI
AKTIVITAS TEKTONIK LENGAN TENGGARA SULAWESI
S
- Sejarah
Pada zaman Mesozoikum, tepatnya di
sebelah Tenggara Sulawesi, beruntun setelah terjadinya thermal pada Permo-Trias,
maka pada bagian barat-laut tepian Australia terjadilah pemekaran (rifting) yang menyebabkan terjadinya
pecahan – pecahan benua Australia yang kemudian bergerak ke arah baratlaut,
membentuk mikrokontinen – mikrokontinen di daerah Laut Banda (Pigram dan
Panggabean, 1984), termasuk Mendala Banggai – Sula, Mendala Tukangbesi – Buton,
dan Mendala Mekonga.
Gambar Tektonik Sulawesi
Menurut Surono drr. (1997, dalam Surono
2010) terdapat tiga periode tektonik yang terjadi di LenganTenggara Sulawesi,
yaitu: periode pra tumbukan yang terekam dalam runtunan stratigrafi dan
sedimentologi Trias – Oligosen Awal dari kepingan Benua Sulawesi Tenggara;
periode tumbukan, yang terinditifikasi dari kepingan benua dan Ofiolit dari
Lajur Ofiolit Sulawesi Timur; dan periode pasca tumbukan yang terekam dalam
runtunan Molasa Sulawesi.
1. Periode Pra Tumbukan
Pada periode ini terdapat 4 (empat) tahapan tektonikutama, yaitu:
-
Tahapan pra pemisahan Perem – Trias
-
Tahap pemisahan Jura
-
Rentangan Apungan (rift – drift) Jura Akhir – Oligosen
-
Subduksi Kapur Akhir
2. Periode Tumbukan
Pada periode ini terjadi tumbukan antara
kepinganbenua dan ofiolit yang menyebabkan terbentuknya sesar naik, struktur
imbrikasi dan lipatan.
3.
Periode Pasca Tumbukan
Periode ini menghasilkan struktur utama
berupa sesargeser mengiri yaitu sesar Metarombeo, sistim sesar
Lawanopo yang berarah baratlaut –tenggara yang berasosiasi dengan batuan campur
aduk Toreo. Sesar Konaweha yang mengiris batuan sepanjang Sungai Konaweha dan
memanjang sekitar 50 km. Sesar ini mengiris endapan alluvial di DataranWawatooli
yang mengindikasikan sesar ini masih aktif . Sesar Kolaka memanjang
sekitar 250 kmdari pantai barat Teluk Bone sampai Ujung Selatan Lengan Tenggara
Sulawesi. Di duga Sesar Kolaka danSesar Wawatobi yang membentuk Cekungan
Sampara. (Z.Zakaria & Sidroto,2015)
Banyak penulis,
diantaranya Katili(1975,1989), Smitch (1983), Simandjuntak (1986,1996), De Smet
(1989), Parkinson (1990), dan Smith & Silver (1991) mengusulkan model
evolusi tektonik Sulawesi dan sekitarnya, khususnya selama tumbukan antara
kepingan benua (termasuk kepingan Sulawesi Tenggara, Banggai-Sula, Buton, dan
Tukangbesi) dengan lajur Ofiolit Sulawesi Timur. Tetapi karena kurangnya data
tentang Lengan Tenggara Sulawesi, model- model tersebut belum memasukkan
Kepingan Benua Sulawesi Tenggara di dalamnya.
- Oligosen Awal – Oligosen Akhir
Tumbukan antara
Kepingan Banggai-Sula Besar dengan Lajur Vulkanik Sulawesi Barat terjadi pada
Oligosen Awal-Oligosen Akhir. Ofiolit, yang ada di depan Kepingan Banggai-Sula
Besar, tersesarnaikkan ke atas tepi barat kepingan benua besar itu. Jejar sesar
naik itu masi terekam di sepanjang Pantai Timur Teluk Bone, ujung utara bagian
timur Lengan Tenggara Sulawesi, dan sesar naik di Sulawesi bagian tengah.
Perputaran berlawanan arah jarum jam 45◦-60◦ lengan selatan mungkin akibat dari
tumbukan ini, yang juga mengakibatkan terbentuknya sesar geser mengiri,
diantara sesar lawanopo yang menyambung dengan sesar hamilton ditimur laut
kepulauan Tukangbesi.
2. Miosen Awal-Miosen Akhir
Kepingan Benua
Banggai-Sula Besar terus bergerak kearah barat laut. Akibat gerakan menerus ini
kepingan benua besar tersebut terpecahkan karena sesar gerser, sehingga menjadi
beberapa kepingan lebih kecil. Kepingan tersebut menempati bagian timur
sulawesi dalam (Kepingan Bangai-Sula Siombok, Tambayoli-Bungku dan Mata Rombeo)
dan terus bergerak kebarat laut sepanjang sesar lawanopo-hamilton. Empat
kepingan itu kemudian menabrak Lajur Ofiolit Sulewasi Timur. Oleh sebab itu
umur tabrakan antara kepingan benua dan ofiolit menjadi lebih mudah kearah
barat laut. Dilengan timur Sulawesi, tabrakan keduanya terjadi kepada Miosen
Tengah, membentuk Sesar Naik Batui, tempat ofiolit tersesarnaikkan keatas
kepingan benua Banggai-Sula.
Model graviti
sedimen pada Molasa Sulawesi menunjukan bahwa ketebalan ofiolit yang
tersesarnaikan keatas kepingan benua, hanya tipis saja. Kenampakan dilengan
ternggara, ofiolit hanya menyebar pada daerah sempit dan terisolasi, yang
dibatasi oleh sesar naik keatas Kepingan Benua Sulawesi Tenggara.
Dalam waktu
brsamaan, terjadi tabrakan antara ujung tenggara Kepingan Sulawesi Tenggara
dengan Kepingan Buton dan membentuk Kompleks Wolio di Buton, serta sesar naik
Sangisangi dan juga sesar lainnya yang berhubungan di tanjung Laonti. Sistem
Sesar Lawanopo-Hamilton, yang terbentuk pada awal tabrakan Kepingan Banggai-Sula
Besar, berlanjut terus berarah barat laut memotong Lajur Vulkanik Sulawesi
Barat membentuk Sesar Palu-Koro.
Pada Miosen Akhir,
tabrakan antara Kepingan Banggai-Sula dengan
ofiolit memicu terbentuknya sesar geser mengiri (Sesar Kolonedale) di
Lengan Timur Sulawesi. Putaran utama 90° searah jarum jam yang dialami Lengan
Utara, pemisahan antara Lengan Selatan dan Lengan Tenggara sehingga membentuk
Teluk Bone adalah akibat dari tabrakan itu. Jauh di selatan, Kepingan
Tukangbesi menabrak Kepingan Buton dari belakang.
Pengangkatan cepat
bagian tengah, yang terjadi sepanjang pantai barat Lengan Tenggara selama
Miosen Awal-Miosen Tengah, disebabkan oleh berhentinya tabrakan antara Kepingan
Sulawesi Tenggara dengan Kepingan Buton. Umur pengangkatan batuan malihan di
Lengan Tenggara Sulawesi adalah 16,5-20 juta tahun. Pisahnya Lengan Tenggara
dari Lengan Selatan disebabkan oleh adanya perenggangan (extension) di Teluk
Bone. Perenggangan selama Miosen Awal di Lengan Tenggara Sulawesi juga
membentuk cekungan fluvial tempat terendapkannya konglomerat. Anggota Matarape
Formasi Pandua, serta Anggota Tolitoli dan Anggota Konglomerat Formasi
Langkowala. Proses seperti ini terjadi lebih lambat (Miosen Akhir) di Lengan
Timur Sulawesi.
3. Miosen Akhir – Sekarang
Perjalanan
kepingan benua ke arah barat laut berlangsung terus sampai Pliosen, sehingga
menimbulkan Sesar-sesar Ampana, Toili, dan Greyhound di Lengan Timur, dan
Kepulauan Banggai-Sula. Akibatnya, sesar geser mengiri ini menyebabkan
terbentuknya SesarNaik Tolo di Laut/Cekungan Banda. Dengan gerakan dominan ke
arah barat Kepingan Banggai-Sula, Sesar Kolonedele jadi berhenti di lain tempat
terbentuk Sesar Matano, tang masih aktif sampai kini.
- Potensi Gempa Tektonik Lengan Tenggara Sulawesi
Potensi bencana alam yang tinggi pada
dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis
sangat khas untuk wilayah Indonesia. Indonesia merupakan daerah kepulauan yang
terletak pada batas pertemuan empat lempeng besar di du-nia yang sangat aktif
yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Indo Austra-lia serta satu
lempeng mikro yaitu lempeng mikro Filipina. Berbagai potensi bencana alam yang
mungkin terjadi sudah sebaiknya harus kita kenal agar karakter bahaya bencana
alam dapat diminimalkan dampaknya. Dalam paradigma mitigasi, fokus perhatian
terhadap penanggulangan bencana adalah pada pengurangan tingkat ancaman,
intensitas, dan frekuensi bencana, sehingga kerugian, kerusakan, dan korban
jiwa dapat dikurangi.
Gempa adalah getaran yang dirasakan di permukaan bumi akibat adanya
sumber ge-tar yang terdapat di dalam bumi, seperti akibat terjadinya patahan-
patahan baru ataupun bergesernya patahan lama, peristiwa benda jatuh, runtuhan
aktivitas vulkanik dan lain-lain. Dari aspek tektonik, terjadinya gempa bumi
menurut teori Elastic Reybound yaitu
Litosfer (Litosphere)yang merupakan
salah satu lapisan kulit bumi yang kaku (rigid layer). Lapisan ini mengapung di
atas suatu lapisan yang lebih berat tetapi tidak kaku (non rigid layer) yang
dinamakan lapisan Asthenosphere. Litosfer bukan suatu kesatuan, tetapi
terpisah-pisah dalam beberapa lempeng yang bergerak dengan arah dan kecepatan
yang berbeda-beda. Hal ini terjadi jika lempeng-lempeng tersebut membentuk
sebuah penghalang (bar-rier),
misalnya tepi dari suatu benua (contin-ent)
seperti yang tampak pada gambar tersebut.
Gambar .Sketsa Pertemuan Lempeng
Sulawesi
Tenggara merupakan salahsatu bagian dari pulau Sulawesi yang berada di lengan
tenggara Sulawesi (Sompotan; 2009). Adanya penunjaman Lempeng Samudera Pasifik
dan Benua Eurasia mengakibatkan terbentuknya gugusan pulau-pulau kecil di
sekitarnya (Surono; 2013). Aktifitas tektonik tersebut juga berdampak pada
terbentuknya sesar-sesar yang cukup besar. Sesar besar tersebut diantaranya
yaitu sesar Lawanopo, Sesar konaweha, Sesar kolaka dan Sesar Hamilton.
Aktifitas sesar-sesar tersebut hingga saat ini aktif dan dibuktikan dengan
beberapa catatan gempa yang cukup kuat. Gempa bumi tektonik terjadi karena
adanya proses pergerakan lempeng yaitu beru-pa tumbukan, perlipatan, pergeseran
dan atau penyusupan yang berpengaruh
terhadap media yang dilewati proses tersebut.
Gambar .Titik Gempa Sekitar Kota Kendari
Berdasarkan data BMKG Sultra perwakilan
Kendari, gempa bumi yang terjadi pada tanggal 10 bulan Maret 2011 sekitar pukul
12.48.21 Wita berada pada posisi 3,96 LS dan 122,62 BT. Gempa yang berdurasi II
MMI dan berkekuatan
3.9 SR tepatnya terjadi di Teluk Kendari sekitar kawasan
Pantai Toroni-pa Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe yang berbatasan dengan
Kota Kendari, dengan kedalaman gempa sekitar 10 kilometer di ba-wah laut. Gempa
ini merupakan gempa tekto-nik akibat patahan jalur Lasolo yang merupa-kan jalur
tektonik di Palu, sulawesi Tengah. Dampak
yang ditimbulkan Getaran gempa ini tampak
pada kaca-kaca jendela
rumah dan perabotan
rumah bergetar. ( Irfan Saputra & Riza Novrinda ,2017).
Gambar.peta geologi sulawesi tenggara
Komentar
Posting Komentar